Rabu, 12 April 2017

Asal-Usul Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dan Bendera Merah Putih




 Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Majapahit merupakan sebuah kerajaan bercorak agraris terbesar di Indonesia. Keberhasilannya memakmurkan rakyat dan menjalin hubungan kerja sama dengan dunia luar, menjadikannya suri teladan bagi pemimpin-pemimpin bangsa pasca kemerdekaan. Presiden Soekarno dan Menteri Pendidikan/Pengajaran Moh. Yamin bisa disebut sebagai dua orang yang sangat mengagung-agungkan Majapahit.

Sampai kini warisan Majapahit terbilang sangat banyak dan beragam. Warisan berujud benda tidak bergerak bisa disaksikan disitus Trowulan berupa candi dan bangunan lain. Meskipun kebanyakan terbuat dari batu bata merah, namun beberapa candi menampakkan kemegahannya karena telah dipugar untuk kepentingan pariwisata.
Yang berupa benda bergerak disimpan di Museum Majapahit dan Museum Nasional di Jakarta. Bahkan banyak koleksi masih berada di museum-museum mancanegara dan kolektor-kolektor barang antik.

Warisan-warisan nonfisik pun tergolong tidak sedikit. Justru hal inilah yang tetap lestari sampai sekarang. Berbagai nama seperti Majapatih, Hayam Wuruk(raja majapahit paling terkenal), dipakai dimana-mana antara lain diabadikan sebagai nama jalan, nama universitas dan nama produk.
Kalian pasti mengenal semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”, bukan? Kata-kata demikian begitu bermakna bagi kita. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari bahasa sansekerta itu merupakan cuplikan dari kata-kata yang pernah diucapkan oleh dewa Siwa dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Sutasoma merupakan karya sastra terbesar kedua setelah Nagarakretagama. Keduanya ditulis oleh pujangga istana kerajaan Majapahit.

Dikisahkan, Sutasoma adalah titisan Sanghyang Buddha yang mengajarkan kepada manusia untuk mengendalikan perasaan. Dia tidak suka menjadi raja. Karena itu Sutasima lari dari istana dalam usahanya mencari kebenaran sehingga akhirnya menjadi penyebar agama Buddha.
Di kahyangan lain, raja raksasa Purusada yang gemar makan daging manusia berjanji akan mempersembahkan 100 orang raja kepada batara Kala apabila lukanya dapat sembuh. Namun Kala hanya mau persembahan seorang Sutasoma. Sutasoma sendiri bersedia dijadikan korban asalkan ke-100 orang raja itu dibebaskan.

Akhirnya batara Kala dan Purusadaa sangat terharu menyaksikan keluhuran budi Sutasoma sehingga sejak saat itu Purusada berjanji tidak akan memakan daging manusia lagi. Dewa Siwa yang menitis pada Purusada pun meninggalkan tubuh raksasa itu karena disadarinya bahwa Sutasoma adalah Sang Buddha. Katanya, mangkajinatwa lawan siwatatwa tunggal, bhinneka tunggal ika, tan hana dharmma mangrwa, artinya hakikat Buddha dan hakikat Siwa adalah satu (Kapustakaan Jawi, 1952).
Alkisah, dalam suatu kunjungan ke Bali pada 1962, Presiden Soekarno berkesempatan menonon pementasan wayang. Ketika usai, beliau kembali terkesan dengan kata-kata yang dilontarkan sang dalang tadi, yakni “Bhinneka Tunggal Ika”. Maka beliau mengusulkan agar kata-kata itu dipakai sebagai semboyan negara.

Bendera

Bila ditelusuri, bendera merah putih yang kita kenal sekarang, sebenernya juga merupakan warisan dari Kerajaan Majapahit. Sebuah prasasti bertarikh 1294 M menyebutkan bahwa bendera merah putih pernah dikibarkan pada 1292 M oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan Singasari.
Menurut kitab Nagarakretagama (ditulis tahun 1365), warna merah putih selalu digunakan dalam upacara hari kebesaran raja Hayam Wuruk (1350-1389). Konon, warna merah identik dengan buah maja yang kemudian menjadi asal nama kerajaan Majapahit. Sedangkan warna putih identik dengan buah kelapa yang berisi air kehidupan. Merah merefleksikan darah, sementara putih mewakili tulang. Di Kerajaan Majapahit merah dan putih adalah warna yang dimuliakan.
Warisan-warisan Majapahit tentu saja merupakan kenangan buat kita yang hidup jauh dari masa lalu. Buah maja memang pahit, namun lebih pahit lagi bila kita generasi sekarang merusak warisan-warisan berharga itu.

Sahabat merah, itu dia ulasan mengenai semboyan dan bendera Negara kita tercinta Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar