Kamis, 20 April 2017

SIGETADA NIJISHIMA, SAKSI PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI




Sigiteda Nijishima (90) adalah satu-satunya saksi hidup perisitwa bersejarah perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,Nijishima adalah seorang pribadi yang menarik. Dia seorang yang periang, ingatannya masih cemerlang, suara-suara nya lantang, fasih berbahasa Indonesia, Inggris dan Belanda. Sebelum pendudukan Jepang, Nijishima tinggal di Jakarta, kemudian pindah ke bandung sebagai pegawai toko Jepang, Chidoya. 


Karena pergaulannya yang erat dengan para pemuda pejuang Indonesia, Nijishima ditangkap dan ditahan di camp tahanan politik berpenghuni kira-kira 500 orang di Garut, diantaranya adalah Adam Malik, Asmara Hadi, S.K Trimurti dan lain-lain.


Pada masa pendudukan Jepang Nijishima adalah tangan kanan sekaligus penerjemah Laksamana tadashi Maeda. Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Nijishima sering membantu para pemuda,, antara lain Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, Elkana Lumbang Tobing, BM Diah, Wikana, Pandu dan lain-lain.


Laksamana Tadashi Maeda dan Sigetada Nijishima telah sepakat, bertekad bulat untuk tidak menceritakan kepada Sekutu tentang keterlibatan mereka dalam perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu. Alasannya antara lain untuk melindungi nama baik republik Indonesia agar jangan sampai Belanda bisa mencap RI itu sebagai bikinan Jepang. Karena pada waktu itu Belanda berusaha keras mencap Republik Indonesia bikinan Jepang karena tanggalnya ditulis ’05. ’05 artinya tahun Jepang, bukan ’45.


Nijishima menjelaskan bahwa yag duduk di meja bundar ketika merumuskan naskah Proklamasi diantaranya adalah Tuan Maeda, Tuan Sukarno, Tuan Hatta, Mr. Subarji, saya sendiri, T. Yoshizumi, dan S. Miyoshi dari Angkatan Darat. Kami membicarakan bagaimana naskah teks Proklamasi. Pemuda diluar, antara lain sukarni, Chairul Saleh dan yang lainnya. Pemuda meminta agar teks proklamasi itu hebat, padahal saya tahu sedikitnya Internasional law bahwa jika pihak Jepang mengakui dan menyetujui teks itu, kita akan dimahari oleh Sekutu. Jadi kata-kata itu harus dirumuskan, sehingga terjadi perubahan kata, diantaranya penyerahan, dikasihkan, atau diserahkan. Itu tidak bisa, sehingga disini diadakan pemidahan kekuasaan. Sukarno sendiri menulis diselenggarakan. Pihak indonesia tidak mengakui bahwa teks itu dicampuri Jepang.


                                      (sumber: buku kisah istimewa bung karno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar