Sigiteda Nijishima (90) adalah
satu-satunya saksi hidup perisitwa bersejarah perumusan naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia,Nijishima adalah seorang pribadi yang menarik. Dia
seorang yang periang, ingatannya masih cemerlang, suara-suara nya lantang, fasih
berbahasa Indonesia, Inggris dan Belanda. Sebelum pendudukan Jepang, Nijishima
tinggal di Jakarta, kemudian pindah ke bandung sebagai pegawai toko Jepang,
Chidoya.
Karena pergaulannya yang erat dengan
para pemuda pejuang Indonesia, Nijishima ditangkap dan ditahan di camp tahanan
politik berpenghuni kira-kira 500 orang di Garut, diantaranya adalah Adam
Malik, Asmara Hadi, S.K Trimurti dan lain-lain.
Pada masa pendudukan Jepang Nijishima
adalah tangan kanan sekaligus penerjemah Laksamana tadashi Maeda. Menjelang
Proklamasi Kemerdekaan, Nijishima sering membantu para pemuda,, antara lain
Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, Elkana Lumbang Tobing, BM Diah, Wikana,
Pandu dan lain-lain.
Laksamana Tadashi Maeda dan Sigetada
Nijishima telah sepakat, bertekad bulat untuk tidak menceritakan kepada Sekutu
tentang keterlibatan mereka dalam perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia itu. Alasannya antara lain untuk melindungi nama baik republik
Indonesia agar jangan sampai Belanda bisa mencap RI itu sebagai bikinan Jepang.
Karena pada waktu itu Belanda berusaha keras mencap Republik Indonesia bikinan
Jepang karena tanggalnya ditulis ’05. ’05 artinya tahun Jepang, bukan ’45.
Nijishima menjelaskan bahwa yag duduk di
meja bundar ketika merumuskan naskah Proklamasi diantaranya adalah Tuan Maeda,
Tuan Sukarno, Tuan Hatta, Mr. Subarji, saya sendiri, T. Yoshizumi, dan S.
Miyoshi dari Angkatan Darat. Kami membicarakan bagaimana naskah teks
Proklamasi. Pemuda diluar, antara lain sukarni, Chairul Saleh dan yang lainnya.
Pemuda meminta agar teks proklamasi itu hebat, padahal saya tahu sedikitnya Internasional law bahwa jika pihak
Jepang mengakui dan menyetujui teks itu, kita akan dimahari oleh Sekutu. Jadi
kata-kata itu harus dirumuskan, sehingga terjadi perubahan kata, diantaranya
penyerahan, dikasihkan, atau diserahkan. Itu tidak bisa, sehingga disini
diadakan pemidahan kekuasaan. Sukarno sendiri menulis diselenggarakan. Pihak
indonesia tidak mengakui bahwa teks itu dicampuri Jepang.
(sumber: buku kisah istimewa bung karno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar