Kamis, 20 April 2017

Inggit Garnasih, Sumber Inspirasi Bung Karno





Inggit memang bukan Christina Marta Tiahahu, Pahlawan wanita dari Maluku atau Jeanne d’Arc, Pahlawan putri Nasional Perancis yang mengangkat pedang untuk mengusir Inggris dari Tanah Airnya. Inggit berasal dari Desa kamasan, banjaran, bandung. 


Dia tidak pernah mengangkat senjata apalagi pedang. Walaupun ia hidup sejak zaman penjajahan, tetapi ia tidak pernah berperang dalam arti fisik sehingga namanya tidak tercantum dalam sejarah. Pantas saja anak-anak muda zaman sekarang tidak banyak mengenalnya.


Wanita berkulit kuning langsat ini menikah dengan Bung Karno muda yang saat itu mahasiswa Technische Hogeschool atau sekarang dikenal dengan ITB. Pada saat itu Sukarno berusia 24 tahun atau lebih muda 12-13 tahun daripada Inggit garnasih.


Pasangan Inggit Garnasih yang dipanggil Sukarno dengan julukan “enggit” dan Sukarno dengan panggilan “Kusno” melewati saat-saat paling sulit pada awal perjuangan merebut kemerdekaan. Sejarah mencatat, Sukarno beberapa  kali dijebloskan ke penjara lalu dibuang ke Flores dan Bengkulu. Namun sejarah tidak pernah mencatat, bagaimana “Enggit” tetap setia mendampingin Sukarno dan memberinya semangat.


Peranan Inggit sebagai istri, tenggelam oleh kehebatan suaminya, padahal Inggit bukan hanya bisa membahagiakan Sukarno, tetapi ia juga mampu memberikan dorongan, inspirasi, dan semangat dengan keyakinan yang tak pernah pupus bahwa suatu saat, cita-cita suaminya yang juga menjadi cita-cita seluruh bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dapat tercapai.


Inggit memang tidak setengah-setengah mendukung semangat suaminya. Ia bersedia jalan kaki pergi-pulang Bandung-Sukamiskin ketika suaminya ditahan dipenjara Sukamiskin. Bahkan Inggit tetap mendampingin suaminya ketika dibuang ke Flores dan Bengkulu


Nasib rupanya menentukan lain, pada saat di Bengkulu Sukarno menikah dengan gadis muda Fatimah dan ia harus berpisah dengan Inggit karena sikap dan pendirian Inggit yang tidak mau dimadu, beberapa saat sebelum Sukarno memimpin bangsa Indonesia. Inggit hanya mengantarkan Sukarno kedepan pintu gerbang kemerdekaan Republik Indonesia.


Wanita berhati mulia itu memilih hidup sendiri, menghabiskan sisa hidupnya dengan berjualan bedak dan jamu yang ia racik sendiri, sejak itu kesehatannya menurun. Pada tanggal 13 April 1984 ia dipanggil kehadirat Ilahi dan dimakamkan di pemakaman umum babakan Ciparay, Kodya bandung.




                                                  
                                  (sumber : buku kisah istimewa bung karno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar